Terperangkap selama tiga hari dalam ketidakjelasan pulang kapan membuat kami bersepuluh panik luar biasa. Berkali-kali konfirmasi ke pihak ASDP (Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan), mereka selalu berkata 'esok masih ada'. Sampai pada hari kamis itu 13 Januari 2011, mereka berkata bahwa Km muria akan berlayar hari minggu. Padahal desas-desusnya hari minggu itu gelombang pada situs BMKG sedang tinggi-tingginya. Makin paniklah kita, isu simpang siur mengenai gelombang tinggi dan kepulangan hari minggu semakin Hoax saja. di tengah kepanikan, teman saya pun berinisiatif buat ngehubungin pers detik, untuk memberitakan keterjebakan kami di pulau ini. Saya pun teringat salah satu relasi saya yang juga seorang jurnalis detik, langsung saja saya mengirim pesan singkat dan dengan sigap dia langsung menelpon saya. dua jam kemudian, berita tersebut sudah turun cetak. Dan entah mengapa nama institusi akademik saya ikut tercantum.
Semenjak Adhitya Mulya ngomongin buku ini di blog suami gila, udah gak sabar pengen beli karya-karya dia yang lain. Soalnya, saya cukup update sama novel-novelnya dari Jomblo, Gege Mengejar Cinta, Traveler’s Tale, sama Catatan Mahasiswa Gila, dan dari semua karyanya yang kocak, dia bilang novel ini karyanya yang paling beda. Sabtu Bersama Bapak mengambil tema khusus tentang keluarga. Kalo baca ceritanya sih novel ini kayaknya gambarin gimana pemikiran-pemikiran sama pengalaman hidup si empu yang ngarang novel dari fase dia sebagai anak sampai fase sekarang menjadi seorang bapak. Kalo dari baca pengantar sih agak serius kesannya ini novel, yaa tapi yang namanya Adhitya Mulya kalo udah baca karyanya bisa bikin cengengesan sendiri. Novel ini menurut saya membawa pesan yang banyak terutama tentang arti sebenarnya memiliki sebuah keluarga karena semua orang pasti pernah menjadi anak dan mungkin memiliki anak. Semua pasti memiliki orang tua dan mungkin menjadi orangtua. Dan novel in
Komentar
Posting Komentar